Esteticalifeguzellik – Mesjid Raya Baiturrahman Aceh bukan sekadar tempat ibadah bagi masyarakat di ujung utara Pulau Sumatera. Ia adalah jantung dari peradaban Aceh, saksi bisu kejayaan kesultanan di masa lampau, simbol perlawanan terhadap kolonialisme, hingga menjadi bukti nyata keajaiban Tuhan saat bencana tsunami meluluhlantakkan pesisir Aceh pada tahun 2004 silam. Terletak tepat di pusat kota Banda Aceh, masjid ini berdiri dengan megahnya, memadukan nilai spiritual, sejarah, dan estetika arsitektur yang memukau mata dunia.
Sejarah Panjang dan Asal-Usul Pendirian

Sejarah Mesjid Raya Baiturrahman Aceh dimulai pada era keemasan Kesultanan Aceh Darussalam. Sebagian besar sejarawan mencatat bahwa masjid ini pertama kali dibangun pada tahun 1612 di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Namun, ada pula sumber yang menyebutkan bahwa masjid ini sudah ada jauh sebelumnya, yakni pada tahun 1292 oleh Sultan Alaidin Mahmud Syah.
Sejak awal berdirinya, masjid ini telah menjadi pusat pendidikan agama Islam di Nusantara. Para ulama dari berbagai belahan dunia, seperti Arab, India, dan Persia, datang ke sini untuk mengajarkan ilmu agama. Bangunan aslinya memiliki atap jerami berlapis-lapis yang merupakan ciri khas arsitektur vernakular Nusantara pada masa itu.
Saksi Bisu Perlawanan terhadap Penjajah Belanda
Keberadaan Mesjid Raya Baiturrahman Aceh tidak bisa dilepaskan dari sejarah perjuangan rakyat Aceh melawan penjajah. Pada tahun 1873, saat Belanda menyerang Banda Aceh dalam Perang Aceh Pertama, masjid ini menjadi benteng pertahanan utama para pejuang lokal.
Tragedi besar terjadi pada 10 April 1873, ketika pasukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal J.H.R. Kohler membakar bangunan asli masjid ini. Pembakaran tersebut memicu kemarahan luar biasa dari rakyat Aceh, yang kemudian mengobarkan semangat jihad demi mempertahankan tanah air dan kesucian masjid mereka. Dalam pertempuran di halaman masjid inilah, Jenderal Kohler tewas tertembak oleh penembak jitu Aceh, sebuah peristiwa yang menggemparkan pihak Belanda.
Untuk meredam kemarahan rakyat Aceh dan memenangkan hati penduduk lokal, Pemerintah Kolonial Belanda melalui Gubernur Jenderal Van Lansberge akhirnya membangun kembali masjid ini pada tahun 1879. Tengku Qadhi Malikul Adil ialah yang melakukan peletakan batu pertama. Arsiteknya adalah seorang Belanda bernama de Bruijn, yang mengadopsi gaya arsitektur Mughal dari India. Meskipun awalnya sempat ditolak oleh sebagian rakyat karena dibangun oleh penjajah, masjid ini akhirnya diterima dan menjadi pusat kegiatan masyarakat Aceh hingga saat ini.
Arsitektur Megah, Perpaduan Gaya Mughal dan Modernitas

Salah satu daya tarik utama Mesjid Raya Baiturrahman Aceh adalah keindahan arsitekturnya yang sering disebut menyerupai Taj Mahal di India. Setelah berbagai tahap renovasi dan perluasan, masjid ini kini memiliki ciri khas visual yang sangat kuat:
-
Kubah Hitam yang Ikonik: Masjid ini memiliki tujuh kubah besar berwarna hitam yang terbuat dari kayu sirap pilihan (kayu ulin yang dilapisi resin). Warna hitam ini memberikan kesan gagah dan sakral, kontras dengan dinding marmer putih bersih.
-
Menara yang Menjulang: Terdapat delapan menara di sekeliling masjid, dengan satu menara utama yang sangat tinggi. Menara-menara ini melambangkan keagungan Islam yang menyinari delapan penjuru mata angin.
-
Halaman dengan Payung Elektrik: Mengikuti gaya Masjid Nabawi di Madinah, halaman Mesjid Raya Baiturrahman Aceh kini dilengkapi dengan 12 payung elektrik raksasa. Payung-payung ini tidak hanya berfungsi sebagai peneduh bagi jamaah saat cuaca panas, tetapi juga menambah kemegahan estetika kawasan masjid.
-
Interior Marmer dan Kaligrafi: Bagian dalam masjid dihiasi dengan lantai marmer berkualitas tinggi yang didatangkan dari Italia dan Spanyol. Dinding-dindingnya dihiasi dengan relief kaligrafi ayat-ayat suci Al-Qur’an yang dikerjakan dengan sangat detail oleh pengrajin ahli.
Keajaiban saat Tsunami 2004
Membicarakan Mesjid Raya Baiturrahman Aceh tanpa menyinggung peristiwa tsunami 26 Desember 2004 rasanya mustahil. Saat gelombang raksasa setinggi lebih dari 20 meter menghantam kota Banda Aceh dan meratakan bangunan-bangunan di sekitarnya, masjid ini tetap berdiri kokoh.
Rekaman video dan foto yang memperlihatkan masjid ini berdiri tegak di tengah hamparan puing dan mayat menjadi fenomena dunia yang dianggap sebagai mukjizat. Ribuan orang selamat karena berlindung di dalam lantai dua dan atap masjid. Peristiwa ini semakin mengukuhkan posisi Baiturrahman sebagai simbol ketangguhan spiritual bagi rakyat Aceh. Pasca-tsunami, masjid ini menjadi titik nol kebangkitan Aceh, tempat di mana bantuan kemanusiaan pertama kali didistribusikan dan doa bersama dipanjatkan untuk para korban.
Fasilitas dan Revitalisasi Modern
Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Provinsi Aceh melakukan revitalisasi besar-besaran untuk menjadikan Mesjid Raya Baiturrahman Aceh sebagai pusat wisata religi kelas dunia. Beberapa perubahan signifikan meliputi:
-
Lantai Basemen: Pembangunan area parkir yang luas di bawah tanah untuk menjaga kerapian area permukaan.
-
Taman dan Koridor: Penataan taman dengan pohon kurma dan kolam hias yang memberikan suasana sejuk.
-
Pusat Informasi Wisata: Tersedianya pemandu bagi wisatawan mancanegara yang ingin mempelajari sejarah Islam di Aceh.
Meskipun kini menjadi objek wisata, fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah tetap dijaga dengan ketat. Pengunjung diwajibkan mengenakan pakaian yang sopan (menutup aurat) dan menjaga ketenangan selama berada di lingkungan masjid.
Panduan Mengunjungi Mesjid Raya Baiturrahman Aceh

Bagi Anda yang berencana mengunjungi masjid ini, berikut adalah beberapa tips penting:
-
Waktu Terbaik: Datanglah saat waktu salat Subuh atau Maghrib untuk merasakan atmosfer spiritual yang kental. Jika ingin berfoto, waktu pagi hari sekitar jam 08.00 – 10.00 WIB memberikan pencahayaan alami yang luar biasa.
-
Etika Berpakaian: Bagi wanita, sangat disarankan menggunakan hijab dan pakaian longgar. Bagi pria, disarankan mengenakan celana panjang dan baju berkerah. Pengelola menyediakan jubah (robe) gratis di pintu masuk bagi wisatawan yang pakaiannya belum memenuhi syarat.
-
Aksesibilitas: Masjid ini berada di pusat kota, sangat dekat dengan Pasar Aceh (Pusat Perbelanjaan tradisional) dan Museum Tsunami Aceh. Anda bisa menjangkaunya dengan transportasi online atau Labi-labi (angkutan umum khas Aceh).
-
Kegiatan: Selain beribadah, Anda bisa duduk santai di bawah payung elektrik sambil menikmati arsitektur luar, atau masuk ke dalam untuk melihat detail kaligrafi kayu yang sangat indah.
Kesimpulan
Mesjid Raya Baiturrahman Aceh adalah perpaduan sempurna antara sejarah perjuangan yang heroik, keindahan seni arsitektur Islam, dan kekuatan iman masyarakat Aceh. Ia berdiri bukan sekadar sebagai bangunan beton dan marmer, melainkan sebagai identitas bangsa yang tak goyah oleh penjajah maupun bencana alam. Mengunjungi masjid ini adalah perjalanan menyelami jiwa masyarakat Aceh yang religius, kuat, dan terbuka bagi siapapun.
